Tuesday Talk 04: Inovasi Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Local Wisdom

Tuesday Talk edisi ke-4 ini LP3M mengundang Nur Saudah Al Arifa D, dosen program studi agribisnis UNU Yogyakarta. Pengalaman dan inovasi Danur dalam memberdayakan masyarakat dusun Kiringan di kabupaten Bantul perlu untuk disebarkan untuk menginspirasi dan mendorong para civitas akademik UNU Yogyakarta dalam melakukan pendampingan masyarakat.

Di awal tahun ini, kegiatan rutin Tuesday Talk yang dikelola oleh LP3M UNU Yogyakarta dapat kembali terselenggara. Pada edisi Tuesday Talk yang ke-4 ini narasumber yang berkesempatan untuk berbagi adalah Nur Saudah Al Arifa D, dosen program studi agribisnis UNU Yogyakarta. LP3M memandang bahwa pengalaman dan inovasi Ibu Danur dalam memberdayakan masyarakat dusun Kiringan di kabupaten Bantul perlu untuk disebarkan untuk menginspirasi dan mendorong para civitas akademik UNU Yogyakarta dalam melakukan pendampingan masyarakat.

Kegiatan dimulai pada pukul 12.30 ketika para mahasiswa agribisnis sudah berkumpul di Limasan lama kampus Lowanu UNU Yogyakarta. Selaku moderator adalah Khairul Ihsan yang menjadi dosen prodi Studi Islam Interdisipliner (SII) dan tim peneliti pusat studi kependudukan dan kesejahteraan keluarga (Pusdeka). Dalam pengantarnya, Pak Ihsan menekankan bahwa program Labsos (pengabdian masyarakat yang melibatkan mahasiswa –di kampus lain dikenal dengan KKN) diselenggarakan untuk mempertemukan mahasiswa dengan masyarakat atau lebih tepatnya ilmu dengan realitas di lapangan.

Berbeda dengan kecenderungan KKN yang fokus pada perbaikan infrastruktur seperti membuat plang nama tempat atau jalan, mahasiswa UNU Yogyakarta yang menjalankan program Labsos didorong untuk fokus pada persoalan yang ada di dalam masyarakat. Artinya, kehadiran mahasiswa di masyarakat diharapkan akan mampu mengenali persoalan serta memberikan solusi yang tepat dan terukur. Dan salah satu program Labsos yang mampu menjawab persoalan di masyarakat secara inovatif adalah Labsos di dusun Kiringan yang diampu oleh Ibu Danur.

Ibu Danur memulai sharing dengan memberikan latar belakang penugasan program labsos di dusun Kiringan. Sebelumnya ia mengampu program labsos yang ada di desa Panggungharjo yang sudah maju. Suatu ketika ada dosen yang meminta untuk rolling (pergantian) tempat labsos dan Ibu Danur menerima untuk dipindah ke dusun Kiringan karena merasa tertantang untuk mengembangkan potensi dusun itu. Dusun kiringan sudah beberapa tahun menjadi lokasi Labsos dengan fokus program pada produksi jamu. Namun saat Ibu Danur datang, sebagian program produksi jamu itu terhenti dan data-data yang terkumpul tidak update. Oleh karena itu, hal pertama yang dilakukan Ibu Danur di dusun Kiringan adalah melakukan assessment dan pemetaan potensi. Misalnya, mensurvey warga yang tertarik untuk menanam TOBA dan berapa warga yang aktif dalam produksi jamu.

Meskipun program labsos ini minim anggaran, yang jelas semangat Ibu Danur untuk memberdayakan warga Kiringan sangat besar. Hal ini tampak dari upayanya dalam mencari pendanaan dari pihak luar. Menurut Ibu Danur pemberdayaan masyarakat yang sukses itu tergantung pada kematangan konsep yang diusung. Kalau kita memiliki konsep yang matang, kita dapat mengajukan pendanaan kegiatan dari lembaga donor atau CSR. Dari pengalaman mencari pendanaan secara mandiri, Ibu Danur mengatakan bahwa hal terpenting dalam kompetesi ide (konsep) adalah kesesuaian antara program kegiatan yang kita ajukan dengan visi pemberi pendanaan baik itu pemerintah atau perusahaan. Selain itu isu-isu global terkini juga harus kita pertimbangkan karena hal ini menjadi pertimbangan penilaian.

Ketika mencari pendanaan dari pihak luar, Ibu Danur menemukan call for proposal atau kompetisi ide pemberdayaan yang diselenggarakan oleh Paragon Corp (perusahaan yang menjadi rumah beberapa merek kosmetik terkenal seperti Wardah). Ketika mengapply proposal, Ibu Danur mengatakan, ia meriset perusahaan itu beserta pangsapasarnya. Dari situ bahwa konsumen terbesar perusahaan ini adalah perempuan. Ini menjadi satu poin penting ketika di dalam proposal yang diajukan Ibu Danur mengatakan bahwa hampir 80 persen produsen jamu di dusun Kiringan adalah ibu-ibu. Dengan demikian proposal pemberdayaan perempuan desa berbasis kearifan lokal (jamu tradisional) merupakan sesuatu yang menarik bagi Paragon Corp.

Di luar muatan proposal satu hal yang krusial dalam mendapatkan pendanaan adalah saat pitching (presentasi program). Ibu Danur mengemukakan bahwa pada waktu pitching ia harus menyampaikan konsep program kita secara efektif karena waktu yang diberikan sangat singkat. Oleh karena itu berlatih presentasi program yang mencakup 5W + 1H dalam waktu dua menit. Skill ini yang menurut Ibu Danur sayangnya masih kurang dimiliki oleh mahasiswa UNU Yogyakarta.

Setelah proposal program disetujui, Ibu Danur harus membuat payung program pemberdayaan di dusun Kiringan. Karena program ini fokus pada usaha jamu maka dirumuskan 4 target program yaitu; 1) pengusaha jamu memperoleh NIB (Nomor Izin Berusaha), 2) kemandirian bahan baku, 3) inovasi produk jamu, dan 4) strategi pemasaran. Dengan program ini harapannya dusun Kiringan akan dapat menjadi pusat produksi dan wisata jamu di wilayah selatan Yogyakarta.

Saat program berjalan, kemandirian bahan baku dicapai dengan cara mengedukasi dan memfasilitasi penanaman TOBA yang berkelanjutan serta membuat kebun percontohan. Dalam hal legalitas, Ibu Danur membantu para pengrajin jamu mengurus perizinan serta sertifikat halal. Disamping itu inovasi produk jamu juga dilakukan dengan mengenalkan produk minuman Teh Jahe Mint. Menurut penuturan Ibu Danur, yang terpenting dari inovasi produk adalah transfer teknologi yang mudah. Adapun untuk strategi pemasaran, program di dusun Kiringan juga mengadakan pelatihan digital marketing dan pemasaran online yang diisi oleh ahli digital marketing.

Totalitas Ibu Danur dalam memberdayakan masyarakat dusun Kiringan juga tampak ketika warga sekitar meminta dibentuk Kelompok Wanita Tani (KWT). Menariknya, kelompok ini kemudian secara legar diberi nama “Berkah Mandiri” yang merupakan pemberian dari Ibu Danur. Ini merupakan salah satu outcome yang tidak terencana dalam program pemberdayaan di dusun Kiringan. Selain menanam TOBA, kelompok ini juga didorong untuk menanam tumbuhan mint sebagai bahan baru dari produk inovasi Teh Jahe Mint. Artinya program pemberdayaan ini menekankan kemandirian mulai dari hulu.

Reporter: ASE

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest

Satu Komentar pada “Tuesday Talk 04: Inovasi Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Local Wisdom”

  1. Maju terus perguruan tinggi Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *